Jakarta, SBPI – Serikat Buruh Perikanan Indonesia (SBPI) melakukan pelaporan terhadap PT PJS ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri cq. Direktorat Tipid PPA-PPO. Laporan tersebut dilakukan atas dasar adanya dugaan penempatan pelaut anggota SBPI yang diberangkatkan oleh PT PJS secara “unprosedural”, Jumat (13/06/2025).
Salah satu pelaut anggota SBPI, R (39) asal Cirebon menginformasikan kepada SBPI bahwa dirinya telah berada di luar negeri untuk bekerja sebagai awak kapal di kapal penangkap ikan FV. GYY 339 yang dimiliki oleh FS Ltd., melalui PT PJS dengan kontrak kerja selama 1 tahun terhitung sejak tanggal, 9 Desember 2024, sesuai foto dokumen Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang dikirim oleh R via pesan WhatsApp ke SBPI.
Setelah SBPI memeriksa dokumen PKL yang dikirimkan oleh R, ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT PJS, yakni, dokumen PKL tersebut tidak diketahui atau disahkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) Kemenhub atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) setempat.
Lalu guna memastikan dugaan bahwa PKL tersebut tidak diketahui atau disahkan oleh DJPL Kemenhub / UPT setempat, SBPI menyurati pihak UPT setempat dalam hal ini pihak Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Tegal (KSOP Tegal), yang kemudian didapatkan jawaban tertulis dari pihak KSOP Tegal bahwa memang benar awak kapal atas nama R tersebut, dokumen PKL nya tidak diketahui atau disahkan dan Buku Pelautnya tidak disijil di KSOP Tegal.
SBPI berbekal surat jawaban dari KSOP Tegal serta bukti-bukti lainnya, kemudian melaporkan hal tersebut ke DJPL Kemenhub. Hasil pelaporan di DJPL Kemenhub, kemudian perizinan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) milik PT PJS “diganjar” Surat Peringatan Pertama (SP).
Menurut SBPI, tindakan PT PJS tidak melakukan penyijilan Buku Pelaut dan Pengesahan PKL tergolong dalam pelanggaran yang DJPL Kemenhub dapat secara langsung mencabut SIUPPAK PT PJS. Hal tersebut telah diatur dalam Permenhub No. PM 59 Tahun 2021 Pasal 133 ayat (3) huruf a yang menyatakan bahwa “Selain pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perusahaan keagenan awak kapal, perizinan berusahanya dapat dicabut secara langsung dalam hal perusahaan yang bersangkutan tidak memberitahukan PKL dan tidak melakukan penyijilan pada Buku Pelaut yang ditempatkannya kepada Syahbandar”, di mana telah secara jelas diatur dalam Permenhub No. PM 59 Tahun 2021 Pasal 113 ayat (1) menyatakan bahwa “Pengesahan PKL dan penyijilan Buku Pelaut wajib dilakukan sebelum penempatan Pelaut di atas Kapal oleh Direktur Jenderal atau Syahbandar.”
Bahwa kewajiban dokumen PKL disahkan oleh Syahbandar sebelum awak kapal diberangkatkan, juga diatur dalam aturan turunan dari UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), yakni PP No. 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran (PP 22/2022), Pasal 33 ayat (1) dan (3) yang menyatakan bahwa “(1) Awak Kapal Perikanan Migran harus menandatangani PKL sebelum bekerja. (3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh syahbandar dan dicatat melalui sistem yang terintegrasi.”
SBPI juga mendalami adanya dugaan kepengurusan perpanjangan masa berlaku dokumen Buku Pelaut milik R yang kepengurusannya dibantu oleh PT PJS tidak sesuai dengan persyaratan yang ada, di mana ditemukan fakta di lapangan bahwa bagaimana bisa permohonan perpanjangan masa berlaku dokumen Buku Pelaut milik R berhasil dilakukan? sementara salah satu syaratnya tidak terpenuhi, yakni sertifikat Basic Safety Training (BST) milik R dalam status Expired atau kadaluarsa yang seharusnya BST
tersebut terlebih dahulu diperpanjang masa berlakunya atau direvalidasi.
Dokumen BST milik R, dengan Nomor Sertifikat 6202086*4318 terbitan Lembaga Diklat SJ MTC berlaku selama 5 tahun terhitung sejak tanggal 05 Oktober 2018 dan wajib diperpanjang/direvalidasi sebelum tanggal 05 Oktober 2023.
Pada tanggal 22 September 2024, PT PJS membantu kepengurusan perpanjangan masa berlaku dokumen Buku Pelaut Nomor: G 133*** milik R, di mana status masa berlaku dari sertifikat BST milik R masih belum diperpanjang/kadaluarsa dan kemudian PT PJS memberangkatkan R ke luar negeri pada tanggal 09 Desember 2024.
Artinya, patut diduga bahwa PT PJS membantu mengurus perpanjangan masa berlaku Buku Pelaut secara tidak benar (kurang lengkapnya persyaratan, karena status masa berlaku BST expired) dan memberangkatkan R ke luar negeri dengan persyaratan dokumen pelaut yang kurang lengkap (status BST expired).
Sebagai tambahan, bahwa berdasarkan rekam jejak proses permohonan perpanjangan masa berlaku dokumen Buku Pelaut milik R yang diakses pada akun pelaut di laman resmi Kemenhub dengan tautan : https://dokumenpelaut.dephub.go.id/pelaut/login, bahwa PT PJS dalam mengurus proses permohonan perpanjangan masa berlaku dokumen Buku Pelaut milik R diketahui menggunakan akun email:
ikhs**pri***@gmail.com, yang diduga adalah karyawan atau orang yang ditugaskan oleh PT PJS untuk kepengurusan itu.
Selain melakukan upaya advokasi terhadap PT PJS di DJPL Kemenhub, SBPI juga melakukan advokasi melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI) untuk memastikan apakah PT PJS dalam melaksanakan penempatan awak kapal perikanan migran telah memiliki Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI) atau tidak? yang kemudian jawaban resmi dari KP2MI/BP2MI kepada SBPI melalui surat No. B.15/04.05/PP.03.02/IV/2025, tertanggal 30 April 2025, perihal: Informasi mengenai SIP2MI P3MI PT PJS, yang pada intinya KP2MI/BP2MI menyatakan bahwa PT PJS tidak memiliki SIP2MI untuk penempatan Awak Kapal Niaga/Perikanan ke Negara penempatan manapun.
Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, patut bagi pihak Kepolisian untuk melakukan tindaklanjut terhadap Laporan ini, dengan mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai berikut untuk bisa dimungkinkan diterapkan terhadap PT PJS, diantaranya adalah:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2, 4, 13, dan 15.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Pasal 72 huruf c jo. Pasal 86 huruf c, Pasal 5 jo. Pasal 68, dan Pasal 87, dan
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 145 jo. Pasal 312.